JERUSALEM - Pejabat-pejabat Israel Kamis mengecam perjanjian persatuan Palestina, memperingatkan mereka tidak akan berbicara dengan pemerintah Hamas dan bahwa Israel dapat mengambil serangkaian tindakan terhadap Pemerintah Otonomi Palestina.
Menlu Israel Avigdor Lieberman dan Menhan Israel Ehud Barak memperingatkan bahwa negara Yahudi itu tidak akan menerima pemerintah Hamas, sementara para politisi beraliran tengah menyatakan Israel sebaiknya menyampaikan dengan cepat rencana perdamaian sebelum masyarakat internasional memutuskan untuk mengakui kelompok Islam itu.
"Dengan perjanjian ini, garis merah telah dilintasi," kata Lieberman pada radio militer Israel sehari setelah pertemuan wakil-wakil Hamas dan Fatah di Kairo mengumumkan perjanjian rekonsiliasi itu.
"Kami memiliki cadangan luas tindakan yang mencakup pencabutan status VIP bagi Abu Mazen dan Salam Fayyad, yang tidak akan memugkinkan mereka untuk bergerak secara bebas," katanya merujuk ke presiden Mahmud Abbas dan perdana menterinya.
"Kami dapat juga membekukan pengalihan pajak yang dikumpulkan Israel ke Pemerintah Otonomi Palestina," ujar Lieberman, yang memimpin partai Israel Beitenu dalam koalisi PM Israel Benjamin Netanyahu.
Perjanjian yang mengejutkan itu diumumkan Rabu setelah berbulan-bulan putaran pembicaraan yang gagal untuk menetapkan pembentukan pemerintah sementara dengan pandangan untuk mengadakan pemilihan presiden dan anggota dewan dalam satu tahun.
Perjanjian itu dapat mengakhiri pembagian politik yang telah menyaksikan Pemerintah Otonomi Palestina yang dipimpin Fatah memerintah Tepi Barat, sementara gerakan Islam Hamas menguasai Jalur Gaza.
Tak lama setelah perjanjian itu ditandatangani, Netanyahu memperingatkan Abbas bahwa ia harus "memilih antara perdamaian dengan Israel atau perdamaian dengan Hamas", sentimen yang digemakan oleh banyak pihak dalam politik Israel.
Lieberman mengatakan perjanjian rekonsiliasi itu dapat berarti "ratusan teroris Hamas" akan dibebaskan dan bahwa pemilihan akan menyaksikan Hamas "menguasasi Judaea dan Samaria (Tepi Barat)".
Ia menyatakan, masyarakat internasional harus menegaskan bahwa pemerintah persatuan harus memenuhi syarat-syarat yang diumumkan oleh Kuartet pencipta perdamaian Timur Tengah yang mencakup PBB, Amerika Serikat, Uni Eropa dan Rusia.
"Kami mengharapkan bahwa seluruh masyarakat internasional akan mempertahankan syarat-syarat yang diterapkan oleh Kuartet pada Palestina, yang dimaksudkan untuk mengakhiri kekerasan, pengakuan atas Israel dan perjanjian pada masa lalu, dan Hamas tidak menerima syarat-syarat itu."
Barak mengatakan perjanjian itu menunjukkan "kebutuhkan untuk mengandalkan hanya pada diri sendiri. "Militer dan dinas keamanan akan menggunakan tangan besi untuk menghadapi ancaman dan tantangan," ia memperingatkan. "Kami tidak akan berunding dengan Hamas, itu organisasi kriminal."
Haim Ramon, pemimpin oposisi partai Kadima yang beraliran tengah, memperingatkan bahwa "status quo merupakan bencana bagi kita dari sudut pandang kebijakan dan keamanan". "Israel harus mengumumkan bahwa mereka akan meninggalkan wilayah Palestina, tapi mempertahankan blok-blok permukiman melalui tukar-menukar tanah. Menyampaikan prakarsa akan mencabut ancaman pengucilan internasional," ia menambahkan.
Pasukan keamanan Israel mengkhawatirkan perjanjian persatuan itu juga akan mengakhiri kerja sama Pemerintah Otonomi Palestina dalam penangkapan anggota Hamas di Tepi Barat dan dapat menyaksikan pembebasan anggota-anggota kelompok Islam itu dari penjara-penjara di Tepi Barat.
Menlu Israel Avigdor Lieberman dan Menhan Israel Ehud Barak memperingatkan bahwa negara Yahudi itu tidak akan menerima pemerintah Hamas, sementara para politisi beraliran tengah menyatakan Israel sebaiknya menyampaikan dengan cepat rencana perdamaian sebelum masyarakat internasional memutuskan untuk mengakui kelompok Islam itu.
"Dengan perjanjian ini, garis merah telah dilintasi," kata Lieberman pada radio militer Israel sehari setelah pertemuan wakil-wakil Hamas dan Fatah di Kairo mengumumkan perjanjian rekonsiliasi itu.
"Kami memiliki cadangan luas tindakan yang mencakup pencabutan status VIP bagi Abu Mazen dan Salam Fayyad, yang tidak akan memugkinkan mereka untuk bergerak secara bebas," katanya merujuk ke presiden Mahmud Abbas dan perdana menterinya.
"Kami dapat juga membekukan pengalihan pajak yang dikumpulkan Israel ke Pemerintah Otonomi Palestina," ujar Lieberman, yang memimpin partai Israel Beitenu dalam koalisi PM Israel Benjamin Netanyahu.
Perjanjian yang mengejutkan itu diumumkan Rabu setelah berbulan-bulan putaran pembicaraan yang gagal untuk menetapkan pembentukan pemerintah sementara dengan pandangan untuk mengadakan pemilihan presiden dan anggota dewan dalam satu tahun.
Perjanjian itu dapat mengakhiri pembagian politik yang telah menyaksikan Pemerintah Otonomi Palestina yang dipimpin Fatah memerintah Tepi Barat, sementara gerakan Islam Hamas menguasai Jalur Gaza.
Tak lama setelah perjanjian itu ditandatangani, Netanyahu memperingatkan Abbas bahwa ia harus "memilih antara perdamaian dengan Israel atau perdamaian dengan Hamas", sentimen yang digemakan oleh banyak pihak dalam politik Israel.
Lieberman mengatakan perjanjian rekonsiliasi itu dapat berarti "ratusan teroris Hamas" akan dibebaskan dan bahwa pemilihan akan menyaksikan Hamas "menguasasi Judaea dan Samaria (Tepi Barat)".
Ia menyatakan, masyarakat internasional harus menegaskan bahwa pemerintah persatuan harus memenuhi syarat-syarat yang diumumkan oleh Kuartet pencipta perdamaian Timur Tengah yang mencakup PBB, Amerika Serikat, Uni Eropa dan Rusia.
"Kami mengharapkan bahwa seluruh masyarakat internasional akan mempertahankan syarat-syarat yang diterapkan oleh Kuartet pada Palestina, yang dimaksudkan untuk mengakhiri kekerasan, pengakuan atas Israel dan perjanjian pada masa lalu, dan Hamas tidak menerima syarat-syarat itu."
Barak mengatakan perjanjian itu menunjukkan "kebutuhkan untuk mengandalkan hanya pada diri sendiri. "Militer dan dinas keamanan akan menggunakan tangan besi untuk menghadapi ancaman dan tantangan," ia memperingatkan. "Kami tidak akan berunding dengan Hamas, itu organisasi kriminal."
Haim Ramon, pemimpin oposisi partai Kadima yang beraliran tengah, memperingatkan bahwa "status quo merupakan bencana bagi kita dari sudut pandang kebijakan dan keamanan". "Israel harus mengumumkan bahwa mereka akan meninggalkan wilayah Palestina, tapi mempertahankan blok-blok permukiman melalui tukar-menukar tanah. Menyampaikan prakarsa akan mencabut ancaman pengucilan internasional," ia menambahkan.
Pasukan keamanan Israel mengkhawatirkan perjanjian persatuan itu juga akan mengakhiri kerja sama Pemerintah Otonomi Palestina dalam penangkapan anggota Hamas di Tepi Barat dan dapat menyaksikan pembebasan anggota-anggota kelompok Islam itu dari penjara-penjara di Tepi Barat.
sumber : republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar