Empat Tahun Lagi Ekonomi Cina Geser Amerika Serikat

Cina segera menggusur posisi Amerika Serikat (AS) sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Itu akan terjadi sekitar empat tahun lagi Baca Lagi ...

Sepanjang 2012, 129 ABG Diculik dan Diperkosa

JAKARTA - Maraknya aksi penculikan disertai kekerasan seksual pada anak membuat khawatir banyak pihak. Seiring perkembangan zaman, faktor teknologi Baca Lagi ...

Universitas Harvard Diguncang Skandal Nyontek

BOSTON - Perguruan tinggi pertama di Amerika, Universitas Harvard, hampir secara universal dianggap sebagai standar tertinggi dalam pendidikan Baca Lagi ...

Putus Cinta, Wanita Ini Potong Urat Nadi

BANDUNG – Fani (30), nyaris tewas setelah mencoba memotong urat nadi tangan kirinya di Jalan Balong Gede, Kecamatan Regol, Bandung, Sabtu Baca Lagi ...

"E-mail" Rahasia Ungkap Penguburan Osama

Sejumlah e-mail internal militer AS yang bersifat rahasia mengungkapkan bahwa jenazah Osama bin Laden dimandikan, dibungkus dengan kain Baca Lagi ...

Yawadwipa, si Peminat Bank Mutiara , Seharga Rp 6,75 Triliun

Selasa, 07/02/2012 14:39

LPS: Apa Itu Yawadwipa?

Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) selaku pemilik 99,99% saham Bank Mutiara (eks Bank Century) menyatakan belum mengetahui soal minat Yawadwipa Companies membeli Bank Mutiara.

Hal ini disampaikan oleh Kepala LPS Firdaus Djaelani kepada detikFinance, Senin (6/2/2012).

"Kita baru pasang iklan dan sampai akhir April baru ditutup. Nah soal Yawadwipa saya baru dengar tuh, apa itu? Saya nggak tahu kok. Nggak mungkin dong saya nggak tahu kalau ada yang berminat ke Mutiara," tutur Firdaus.

Senada dengan Firdaus, Direktur Utama Bank Mutiara Maryono juga mengungkapkan hal yang sama. "Aku nggak kenal lembaga tersebut. Info dari mana ya?" kata Maryono kepada detikFinance.

Seperti diketahui, perusahaan investasi yang baru saja berdiri yaitu Yawadwipa berniat membeli saham bank PT Bank Mutiara Tbk (dahulu bernama Bank Century). Perusahaan itu sudah melaporkan kepada pemerintah
untuk membeli Bank Mutiara dengan nilai sekitar US$ 750 juta atau sekitar Rp 6,75 triliun.

Perusahaan yang baru saja berdiri awal tahun 2012 tersebut masih menyusun tim dan dana untuk akuisisi tersebut. Namun sayangnya, tidak disebutkan sumber pendanaan untuk aksi korporasi tersebut.

Yawadwipa mengumumkan rencananya membeli Bank Mutiara (eks Bank Century) senilai Rp 6,7 triliun atau US$ 750 juta bermimpi ingin menyamai kesuksesan Farallon Capital dan Grup Djarum membeli Bank Central Asia (BCA).

LPS sebelumnya menyatakan telah menguasai 99,996% saham PT Bank Mutiara Tbk (BCIC) melalui bailout senilai Rp 6,7 triliun. Pemegang saham lama terdilusi paksa menjadi hanya sebesar 0,004% dan akan hilang setelah dijual nanti. Setelah LPS berhasil menjual Bank Mutiara dalam jangka waktu 3-5 tahun ke depan, pemilik baru akan mengambil alih 100% saham Bank Mutiara.

Hingga akhir 2011, LPS menyampaikan Bank Mutiara memperolehan laba Rp 291 miliar (unaudited). Angka ini naik dari tahun sebelumnya Rp 218 miliar.

Misteri Yawadwipa, si Peminat Bank Mutiara

Jakarta - Nasib PT Bank Mutiara Tbk tampaknya segera berubah. Setelah sekian lama dijajakan dan tak laku-laku, bank yang dulu bernama Bank Century kini sudah punya penawar. Si penawar itu bahkan setuju pada harga Rp 6,7 triliun yang ditetapkan pemerintah.

Kemarin, tiba-tiba muncul sebuah perusahaan bernama Yawadwipa Companies yang menyatakan berniat untuk menawar saham bank yang sudah di-bailout oleh pemerintah tersebut. Nilai transaksi dari pembelian diperkirakan sebanyak US$ 750 juta atau sekitar Rp 6,75 triliun, sesuai dengan dana talangan pemerintah 2008 lalu.

Siapa sebenarnya Yawadwipa, yang terkesan banyak uang dan tiba-tiba muncul untuk 'menyelamatkan' pemerintah dari bulan-bulanan publik jika Bank Mutiara tak laku dijual pada harga Rp 6,7 triliun itu?

Yawadwipa memang perusahaan finansial yang belum banyak dikenal di Indonesia. Wajar saja, perusahaan ini ternyata baru dibentuk awal tahun ini, tepatnya pada 9 Januari 2012.

Perusahaan baru tersebut memiliki dua kantor, seperti tertulis dalam situs resminya, yaitu di Jakarta dan Singapura. Alamat lengkap kantor Jakarta di Menara 2 lantai 17 Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Sementara kantornya di Singapura terletak di Singapore Land Tower lantai 37 di jalan 50 Raffles Place.

Seperti dikutip detikFinance dari situs resmi Yawadwipa, Selasa (7/2/2012), perusahaan tersebut dipimpin oleh CEO Christopher Holm. Ia juga akan menjadi komisaris di Komite Investasi Java Fund yang merupakan bagian dari perusahaan.

Ia sudah menyertakan modal sebanyak US$ 25 juta di perusahaan tersebut. Perusahaan juga menunjuk Prasetyo Singgih sebagai Direktur Operasi Yawadwipa. Prasetyo merupakan salah satu Wakil Ketua Kadin.

Yawadwipa saat ini masih dalam proses perizinan untuk meluncurkan Java Fund. Setelah mendapat izin, perusahaan membidik dana kelola hingga US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 9 triliun.

Dana sebanyak itu akan digunakan untuk berbagai investasi di Indonesia. Targetnya, Yawadwipa ingin menjadi perusahaan investasi swasta terbesar di Indonesia.

Yawadwipa juga sudah mengungkapkan ambisi besarnya untuk menjadikan Bank Mutiara seperti BCA. Yawadwipa mengaku ingin mengekor sukses Djarum yang kini menangguk untung besar setelah membeli BCA beberapa tahun silam.

"Di 2001 konsorsium private equity Farallon Capital dan partnernya Grup Djarum sukses mengakuisisi BCA dari pemerintah. Saat ini BCA berkembang menjadi bank yang bernilai tinggi di Indonesia. Konsisten dengan pengalaman BCA, Yawadwipa akan tertarik dengan Bank Murtiara," kata Holm dalam siaran persnya.

LPS memang sebelumnya menyatakan telah menguasai 99,996% saham Bank Mutiara melalui bailout senilai Rp 6,7 triliun. Pemegang saham lama terdilusi paksa menjadi hanya sebesar 0,004% dan akan hilang setelah dijual nanti.

Setelah LPS berhasil menjual Bank Mutiara dalam jangka waktu 3-5 tahun ke depan, pemilik baru akan mengambil alih 100% saham Bank Mutiara.

Hingga akhir 2011, LPS menyampaikan Bank Mutiara memperolehan laba Rp 291 miliar (unaudited). Angka ini naik dari tahun sebelumnya Rp 218 miliar.

DPR Minta Misteri Yawadwipa Diungkap

Jakarta - Perusahaan investasi, Yawadwipa tiba-tiba saja mengumumkan niatnya membeli saham PT Bank Mutiara Tbk (dahulu bernama Bank Century). Tak tanggung-tanggung perusahaan tersebut berniat membeli bank yang dahulu dimiliki Robert Tantular senilai Rp 6,75 triliun.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi XI pun mewanti-wanti pemerintah yakni Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Bank Indonesia (BI) agar menelusuri sepak terjang perusahaan tersebut. Komisi XI berharap Bank Mutiara tidak jatuh ditangan yang salah.

"Pembeli harus ditelaah track record-nya, kalau lembaga baru harus diketahui siapa penyandang dananya," tutur Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis ketika berbincang dengan detikFinance di Jakarta, Selasa (7/2/2012).

"Karena kalau tidak jelas tentu bisa berbahaya, paling tidak track record internationalnya bagaimana," imbuh Politisi Partai Golkar ini.

Dikatakan Harry, selain track record perlu dilihat pula harga jual, yakni harus diatas Rp 6,7 triliun sesuai dengan dana bailout yang dikucurkan oleh pemerintah ke bank Mutiara itu.

Menurutnya, perlu ada list calon pembeli, juga prinsip lelangnya harus dibuat terbuka.

"Misalnya tawaran dari pembeli dilakukan secara tertutup tetapi setelah itu harus dapat dibuka, sehingga pilihan yang dlakukan adalah yang terbaik. Baik dari track record pembeli maupun dari segi harga," ungkapnya.

Dana bailout sebesar Rp 6,7 triliun harus dihitung termasuk yieldnya selama 3 tahun. "Kalau tidak maka artinya bailout itu tidak atau tanpa colateral aset yang sepadan nilainya, yang artinya ada nilai yang bisa dianggap sebagai kerugian uang negara," tuturnya.

Yawadwipa mengklaim telah melaporkan kepada pemerintah untuk membeli Bank Mutiara dengan nilai sekitar US$ 750 juta atau sekitar Rp 6,75 triliun.

"Yawadwipa percaya banyak lini bisnis Bank Mutiara yang menarik, dan sudah membuktikan bisa menjadi inovator dalam memperbaiki kepercayaan konsumen dalam tiga tahun terakhir," kata manajemen Yawadwipa dari siaran persnya, Senin (6/2/2012).

Bank Mutiara, yang dahulu bermasalah itu sudah diambil alih pemerintah di tahun 2008 ketika mengalami masalah likuiditas. Pengambialihan Bank Mutiara sempat menimbulkan kontroversi dan berbuntut pada pengunduran diri Sri Mulyani Indrawati sebagai menteri keuangan. .

Pemerintah selaku pemilik Bank Mutiara sudah lama berniat melepas bank tersebut. Namun karena nilai yang dipatok cukup tinggi hingga Rp 6,7 triliun atau setara dengan dana penyelamatan bank tersebut, maka hingga kini calon pembeli belum juga didapatkan.

"Bank Mutiara sudah memberikan hasil yang kuat dalam menghadapi masalah internal dan eksternal," ujar manajemen Yawadwipa.

Perusahaan yang baru saja berdiri awal tahun 2012 tersebut masih menyusun tim dan dana untuk akuisisi tersebut. Namun sayangnya, tidak disebutkan sumber pendanaan untuk aksi korporasi tersebut.

Yawadwipa Ingin Bank Mutiara Bisa Kalahkan Bank Malaysia

Jakarta - Secara mengejutkan, perusahaan equity fund yang baru berdiri yaitu Yawadwipa Companies tertarik membeli Bank Mutiara (eks Bank Century) Rp 6,75 triliun. Meski baru sebatas minat, namun Yawadwipa mengaku sudah memiliki rencana besar untuk Bank Mutiara.

Presiden Direktur Yawadwipa C. Christopher Holm mengatakan, pihaknya mempunya visi untuk Bank Mutiara ini, yakni akan dijadikan bank kelas regional pertama di Indonesia seperti bank asal Malaysia yakni CIMB dan Maybank.

"Mutiara bisa menjadi bank pertama di Indonesia yang berkelas regional seperti CIMB dan Maybank asal Malaysia. Memang akan banyak tantangan yang dihadapi ke depan," kata Holm kepada detikFinance, Selasa (7/2/2012).

Diakui Holm, sebelum memutuskan untuk membeli Bank Mutiara seharga US$ 750 juta atau sekitar Rp 6,75 triliun, Yawadwipa telah secara menyeluruh melihat kinerja operasi dan keuangan bank eks Century yang jadi korban krisis di 2008 ini.

"Kami siap untuk bekerjasama dengan manajemen Bank Mutiara soal rencana pembelian ini serta untuk menyiapkan strategi inisiatif soal langkah-langkah ke depan. Kami ingin bank ini menjadi kuat secara bisnis," jelas Holm.

Seperti diketahui, Yawadwipa baru saja berdiri awal tahun 2012. Saat ini perusahaan tersebut masih menyusun tim dan dana untuk akuisisi Bank Mutiara. Namun sayangnya, tidak disebutkan sumber pendanaan untuk aksi korporasi tersebut.

Yawadwipa mengumumkan rencananya membeli Bank Mutiara (eks Bank Century) senilai Rp 6,7 triliun atau US$ 750 juta juga bermimpi ingin menyamai kesuksesan Farallon Capital dan Grup Djarum membeli Bank Central Asia (BCA).

Selain itu, Yawadwipa memiliki dua kantor, seperti tertulis dalam situs resminya, yaitu di Jakarta dan Singapura. Alamat lengkap kantor Jakarta di Menara 2 lantai 17 Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Sementara kantornya di Singapura terletak di Singapore Land Tower lantai 37 di jalan 50 Raffles Place.

LPS sebelumnya menyatakan telah menguasai 99,996% saham PT Bank Mutiara Tbk (BCIC) melalui bailout senilai Rp 6,7 triliun pada 2008. Pemegang saham lama terdilusi paksa menjadi hanya sebesar 0,004% dan akan hilang setelah dijual nanti. Setelah LPS berhasil menjual Bank Mutiara dalam jangka waktu 3-5 tahun ke depan, pemilik baru akan mengambil alih 100% saham Bank Mutiara.

Hingga akhir 2011, LPS menyampaikan Bank Mutiara memperolehan laba Rp 291 miliar (unaudited). Angka ini naik dari tahun sebelumnya Rp 218 miliar.

Ini Dia Profil Bos Yawadwipa, si Peminat Bank Mutiara

Jakarta - Sebuah perusahaan yang baru saja berdiri tahun ini, Yawadwipa Companies, berniat menawar bank itu seharga US$ 750 juta. Pengumuman dari Yawadwipa itu langsung memunculkan pertanyaan siapa pemimpin perusahaan yang berani menawa Bank Mutiara dengan harga mahal itu.

Perusahaan tersebut dipimpin oleh Christopher Holm sebagai Chief Executive Officer (CEO). Pria yang biasa disapa Chad ini sudah menangani lebih dari 50 kesepakatan finansial dengan nilai lebih dari US$ 150 miliar atau setara Rp 1.350 triliun.

Dikutip dari profil Chad yang diterima detikFinance, Selasa (7/2/2012), berikut ini beberapa poin menjadi latar belakang calon pemilik baru Bank Mutiara tersebut:



  • Hampir 20 tahun bergerak di bisnis finansial serta memilih individu dan strategi yang tepat dalam berinvestasi.
  • Pernah menempati beberapa posisi penting, seperti Direktur di Bank of America Merril Lynch dan Citigroup, juga pernah di Lazard Ltd.
  • Menghasilkan transaksi di lebih dari 20 negara dengan nilai sebanyak US$ 75 miliar di luar AS dan US$ 35 miliar di Asia.
  • Membantu IPO (initila public offering (IPO) dengan total kapitalisasi pasar lebih dari US$ 100 miliar.
  • Mengeksekusi salah satu dari lima transaksi besar di lima industri berbeda.
  • Lulusan jurusan akunting, finansial dan ekonomi, berstatus MBA dari Universitas Chicago.

Beberapa transaksi yang pernah dilakukan:


  • Merger Bank One dengan JP Morgan Chase (US$ 60 miliar), menjadikannya bank komersial terbesar AS.
  • Akuisisi Barclays Global Investors (US$ 15 Miliar) dan Merrill Lynch Investment Managers (US$ 11 miliar) oleh BlackRock, sehingga membentuk manajer investasi terbesar di dunia.
  • Merger Bursa Saham New York dengan Pan-European Euronext (US$ 13 miliar)
  • Merger BM&F dengan Bovespa (US$ 13 miliar) di Brasil.
  • Penjualan 25% saham Abu Dhabi di RHB, bank asal Malaysia (US$ 2 miliar).
  • Merger Osaka Securities Exchange dengan Tokyo Stock Exchange (US$ 4 miliar).
  • Penjualan Alico oleh AIG di Jepang (US$ 15 miliar).
  • Penjualan Nikko Cordial (US$ 9 miliar) dan Nikko Asset Management (US$ 1 miliar) oleh Citigroup di Jepang.
  • Pembelian saham minoritas di AXA Financial oleh AXA Group asal Prancis (US$ 10 miliar).
  • Penjualan PIMCO ke Allianz AG asal Jerman (US$ 5 miliar).

Pendirian Yawadwipa Dapat Dukungan Gita Wirjawan

Jakarta - Yawadwipa Companies yang mengincar Bank Mutiara (eks Bank Century) merupakan perusahaan investasi yang baru berdiri 9 Januari 2012. Perusahaan ini berdiri dengan dukungan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan.

Demikian disampaikan oleh Presiden Direktur Yawadwipa C. Christopher Holm kepada detikFinance, Selasa (7/2/2012).

"Saat berdiri 9 Januari 2012, kami mendapat dukungan penuh dari Menteri Perdagangan (Gita Wirjawan) secara personal dan juga dari Ketua Umum Kadin Suryo B. Sulisto," kata Holm.

Holm yang mantan direktur dari Bank America mempunyai partner bernama Prasetyo Singgih asal Indonesia yang menurut Holm berpengalaman di bidang jasa keuangan dan pernah bekerja di GE Capital, Manulife, serta berpengalaman di bidang hukum.

Seperti diketahui, Yawadwipa Companies kemarin tiba-tiba menyatakan berniat untuk menawar saham bank yang sudah di-bailout oleh pemerintah tersebut. Nilai transaksi dari pembelian diperkirakan sebanyak US$ 750 juta atau sekitar Rp 6,75 triliun, sesuai dengan dana talangan pemerintah 2008 lalu.

Yawadwipa memang perusahaan finansial yang belum banyak dikenal di Indonesia. Wajar saja, perusahaan ini ternyata baru dibentuk awal tahun ini, tepatnya pada 9 Januari 2012.

Perusahaan baru tersebut memiliki dua kantor, seperti tertulis dalam situs resminya, yaitu di Jakarta dan Singapura. Alamat lengkap kantor Jakarta di Menara 2 lantai 17 Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Sementara kantornya di Singapura terletak di Singapore Land Tower lantai 37 di jalan 50 Raffles Place.

Holm menyatakan telah menyertakan modal sebanyak US$ 25 juta di perusahaan tersebut. Perusahaan juga menunjuk Prasetyo Singgih sebagai Direktur Operasi Yawadwipa.

Yawadwipa saat ini masih dalam proses perizinan untuk meluncurkan Java Fund. Setelah mendapat izin, perusahaan membidik dana kelola hingga US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 9 triliun.

Dana sebanyak itu akan digunakan untuk berbagai investasi di Indonesia. Targetnya, Yawadwipa ingin menjadi perusahaan investasi swasta terbesar di Indonesia.

Yawadwipa juga sudah mengungkapkan ambisi besarnya untuk menjadikan Bank Mutiara seperti BCA. Yawadwipa mengaku ingin mengekor sukses Djarum yang kini menangguk untung besar setelah membeli BCA beberapa tahun silam.


sumber : detik

Berita Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar